Langsung ke konten utama

First love - after 7 years (Part 2 - Cinta Monyet)


Part 2
First love - after 7 years 

Cinta Monyet


Cinta monyet adalah hal yang tak asing, siapapun pernah mengalaminya. Hal itu tak berlaku untukku dan sama sekali tak tertarik jatuh ke jebakan cinta monyet kala itu. Bukan karena apa, tetapi cinta membutuhkan waktu yang panjang agar lebih mengenalnya. Usia yang masih labil bagiku membutuhkan iman kuat supaya teratasi godaan cinta monyet yang bertubi-tubi. Wajar jatuh hati pada seseorang hanya mengagumi saja. Toh, mengagumi seseorang pasti memiliki alasan yang tak bisa dijelaskan ke orang lain. Bahkan hanya sebuah alasan harus di simpan dalam-dalam. Saat itu bukan waktu yang pas kalau harus diungkapkan. Jika memilih diungkapkan pasti akan ada bahan bulan-bulanan. Sebaliknya jika terpendam hanya diri sendiri yang tahu. Dibalik terpendamnya rasa akan ada kecemburuan yang luar biasa. Menahan cemburu bila dia mempunyai rasa pada yang lain. Suatu rasa yang diungkapkan sedikitnya dapat melepas beban hati, tetapi harus siap dengan konsekuensi yang di terima. Antara pilihan memendam atau mengungkapkan, aku lebih memilih untuk memendam.


Flashback....


Pagi yang indah suasana yang masih segar dan ditemani kicauan-kicauan burung. Aku terbangun dari peraduanku, meninggalkan sang mimpi yang datang di tiap tidurku. Ku buka jendela kamar dan sejenak aku menatap dunia. Rimbun pepohonan dan tiupan sang bayu nan sejuk menerbangkan rambutku yang terurai. Pagi yang sangat berbeda dari kemarin. Aku pejamkan ke dua mataku dan menikmatinya yang semakin membuatku terlarut dalam luapan sang bayu. Dalam pejaman mata, aku melihat sekilas seorang laki-laki wajah yang tak asing seperti aku pernah melihat sebelumnya. Akupun tersadar dan membuka ke dua mataku. Kemudian ku langkahkan kakiku mundur. Jantungku yang mulai berdebar tak menentu dan tetes keringat mengalir. Ku sandarkan tubuhku ke dinding dan merenungi. Inilah yang disebut jatuh cinta. Sekejap aku teringat kata-kata itu. Pernah ku mendengar seseorang mengatakannya. Cinta itu bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hanya saja apakah sebuah kata yang terangkai lima huruf membawa ke kebahagiaan atau kesedihan. Jika kumulai sekarang apakah ini baik untukku apa sebaliknya. Pikirku kacau tak menentu. Ku berjalan mendekati sebuah sofa dan ku rebahkan tubuhku. Memejamkan mata kembali dan aku mengingat sebuah pesan. Sekedar aku mendengar dan tak tahu siapa yang mengatakan. Ketika jatuh cinta apa bisa membawanya ke hal yang lurus. Ku buka mataku kembali dan apa bisa aku melakukan untuk diriku sendiri. Hal yang lurus aku harus bagaimana? Dalam hatiku berteriak mencari jawabannya. Yang pertama bagiku dan awal bagiku untuk mengetahui cinta. Aku semakin hanyut dalam pertanyaan itu demi sebuah jawaban. Tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara dering handphone.


Kringg.....

"Haloo, Naaa ngebonya udah belum?" suara di seberang.

"Iyaa, Ros udah bangun dari tadi... kamu dimana?".

"Cepetan ke bawah bukain pintu, nunggu setengah jam" nada kesal Rosa.

"Bentar yaaa, tahan dulu di luar baru mau turun".

"Cepet loh keburu dingin bubur ayamnya".

"Uluhh makasih cintaku udah bawain sarapan pagi" sahutku tertawa.

"Cepet oy, Naa".

"Oke turun kok".


Aku menuruni anak tangga satu per satu dan ku bukaan pintu untuk sahabatku. Rutinitas hari Minggu seperti biasa Rosa selalu setia menemaniku sampai petang. Bahkan dia menginap untuk menemaniku. Karena, hanya aku dan kakakku yang menempati rumah mungil ini. Kedua orang tua yang bekerja di luar kota dan pulang ketika mendapat hari libur. Rosa dengan cepat melangkahkan kaki ke dapur untuk menyiapkan dua mangkuk bubur. Kami memulai sarapan dan berbincang ringan. Kemudian, ditengah bincang datang seorang laki-laki yang menghampiri.


"Naaa, nih sarapan dulu mumpung anget".

"Makasih, sahabatku".

"Hmm... enak banget buburnya" puji Rosa sembari memakan buburnya.

"Selamat pagi kalian adikku" sapa Ahes.

"Kak, dari mana aja semalem? Ghaib beneran ga kelihatan" ucapku kesal.

"Biasa nginep kos temen, dek. Tugas numpuk banyak" ucap Ahes sambil membelai rambutku.

"Tuh, kak ada bubur siapin sendiri nah..." tegur Rosa.


Kami berdua melanjutkan sarapan yang tertunda. Entah hari ini aku makan cukup lahap. Apa karena terlalu banyak berpikir mencari jawaban tadi, sangat membuatku lelah. Ahes menyiapkan sarapan dan memandangi wajahku dan menegurku.


"Naa, ada masalah?" tanya Ahes.

"Ga ada, kak" ucapku.

"Nana, ada masalah ga bisa nutup-nutupin. Tetap keliatan yee".

"Masalah apa, dek?" Ahes bertanya ulang.

"Anak baru kemarin di sekolah, kak".

"Oh, pantas falling in love yaa ehem ehem" sahut Rosa.


Aku hanya tertunduk diam dan bagi Ahes mencoba memahami. Ahes menganggapku masih polos urusan cinta. Apalagi ini pertama bagiku. Beda dengan Ahes yang sempat memiliki tetapi akhirnya pupus. Sejenak Ahes berpikir dan menjelaskan hal kepadaku.


"Oke, aku ngerti keadaanmu adikku dan ini pertama bagi kamu".

"Iya sih, kak. Ada yang mau kakak sampaikan ke aku?".

"Usiamu masih masuk labil karena posisi juga masih sekolah".

"Terus?" tanyaku penuh harap.

"Cinta seusiamu itu bisa dibilang cinta monyet. Intinya masih labil banget urusan perasaan dan bagiku perlu banget diawasin lebih ketat".

"Ketat?" Aku bertanya lagi.

"Seumurmu kadang di kasih tau susah rata-rata nekat, but kamu itu adik kandungku. Aku ga bisa ngelarang. Intinya aku udah kasih tau, semua keputusan ada di kamu. Mau memilih mengungkap atau enggak" jelas Ahes panjang lebar.

"Aku harus memilih jadi kak?".

"Of course, sister" Ahes mencubit hidungku.

"Jawaban itu aku simpan dulu di hati tak apakah, kak?".

"Semua ada di kamu dan kakak harap kamu mengambil keputusan yang benar".


Kemudian, aku meminta izin meninggalkan meja makan. Aku ingin membutuhkan waktu sendiri untuk mencari jawaban. Ku langkahkan kaki menuju taman kecil depan rumah. Pagi ini sangat tenang dan sejuk, mungkin ini mendukungku untuk berpikir demi sebuah jawaban. Ku tatap sekitar banyak kupu-kupu terbang warna-warni. Sesekali hinggap pada bunga-bunga selanjutnya meninggalkannya. Aku berjalan menuju kursi mungil yang berwarna hampir usang. Sebelum aku mencapai tempat itu. Aku melihat laki-laki wajahnya tak asing. Karena penasaran aku beranjak melewati pagar kayu. Aku melangkah terus dan saat laki-laki membalikkan tubuhnya. Ternyata dia adalah Fatur dan kami saling menatap diam tanpa sepatah kata.




***

Komentar